Kamis, 10 Februari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPOID


http://indokeperawatan.wordpress.com


A. PENGERTIAN


Menurut Carollus (1994:1) demam typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella parathypi A, salmonella parathypi B, salmonella parathypi C.



Menurut Soeparman (1996:435) sinonim demam typoid dan demam paratypoid adalah typoid dan paratypoid fever, enteris fever, typhus dan paratyphus abdominalis.


 


B. ETIOLOGI


Menurut Mansjoer (1999:421) demam typoid disebabkan oleh salmonella typhi, sedangkan demam paratyphoid disebabkan oleh organisme dalam spesies salmonella enteritidis yaitu salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi A, salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi B, salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi C.



C. MANIFESTASI KLINIS


Masa tunas demam typhoid berlangsung 10 sampai 14 hari, gejala yang timbul amat bervariasi. serangan demam dapat mencapai 40 C, lebih panas pada malam hari, dalam minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan infeksi akut yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua suhu badan yang tinggi mengalami penurunan sedikit pada waktu pagi hari. Bradikardi relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus dan gangguan mental berupa somnolen dan delirium karena terjadi peningkatan suhu (Soeparman, 1996 : 436). Pada minggu ketiga terjadi ulserasi pada plak peyeri    dan pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus-ulkus yang menimbulkan sikatriks. Selain itu biakan cairan lesi menunjukkan adanya basil typhoid juga terdapat bakteri di dalam lambung, empedu atau ginjal, menyebabkan penderita yang sembuh dari demam typhoid menjadi carier yang menjadi sumber penularan bagi orang lain (P. K. Sint Carolus, 1994 : 2).


 


D. PENATALAKSANAAN


Menurut Braunwald (1991) penatalaksanaan medis adalah sebagai berikut :


1. Obat-obat antibiotik : kloramfenikol, tiamfenikol.


2. Antipiretika.


3. Tirah baring selama demam, untuk mencegah komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.


4. Diet pada permulaan, diet makanan yang tidak merangsang ke saluran cerna dalam bentuk saring atau lunak.


5. Makanan dapat ditingkatkan sesuai perkembangan keluhan gastro intestinal sampai makanan biasa.


6. Tindakan operasi bila ada komplikasi perforasi.


7. Transfusi bila diperlukan pada komplikasi perdarahan.


 


E. KOMPLIKASI


Menurut Soeparman (1996 : 438) komplikasi typoid adalah :


1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, illeus paralitik.


2. Komplikasi ekstra intestinal.


a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboplebitis.


b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni.


c. Komplikasi paru : pneumonia, pleuritis.


d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.


e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis.


f. Komplikasi tulang : osteomielitis artritis.


g. Komplikasi psikiatrik : delirium, meningitis.


 


F. PENGELOLAAN KASUS


1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi (Mi Ja Kim, 1995)


Tujuan : Pasien mencapai suhu tubuh normal (360 – 370 C).


Kriteria hasil :


a. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko hipertermia.


b. Menurunkan faktor-faktor resiko hipertermia.


c. Mempertahankan suhu tubuh normal.


Intervensi :


a. Kaji sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermia.


b. Observasi TTV.


c. Observasi masukan cairan.


d. Jelaskan penyebab terjadinya hipertermia.


e. Anjurkan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermia.


f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.


2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan lesi plak peyeri                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   , proses inflamasi akibat salmonella typhi (Tucker, 1998 : 13).


Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.


Kriteria hasil :


a. Pasien mengatakan rasa nyeri perut hilang


b. Vital sign dalam batas normal.


Rencana tindakan :


a. Observasi TTV.


b. Kaji tingkat nyeri.


c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.


d. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.


e. Laksanakan program terapi dokter dalam pemberian antibiotik.


3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang akibat mual, muntah, anoreksia (PK Sint Carolus, 1994).


Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.


Kriteria hasil :


a. Keadaan umum baik.


b. Makanan porsi sedang.


c. Penambahan berat badan sesuai kebutuhan.


Intervensi :


a. Kaji pola makan pasien.


b. Anjurkan pasien makan dalam porsi kecil dan sering.


c. Jelaskan pentingnya makanan bagi tubuh.


d. Sajikan makan dalam keadaan hangat.


e. Timbang BB pasien.


4. Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada usus. (PK Sint Corolus, 1994).


Tujuan : Defekasi normal


Kriteria hasil :


a. Konsistensi lembek.


b. Tidak terjadi kerusakan kulit atau lecet pada anus.


Intervensi :


a. Kaji dan catat keadaan abdomen, bising usus, adanya kembung, nyeri.


b. Observasi keadaan umum.


c. Jelaskan penyebab diare.


d. Berikan makanan yang tidak merangsang.


e. Timbang BB.


f. Kolaborasi dalam pemberian obat.


5. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik. (Carpenito, 2000)


Tujuan : Pasien dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas.


Kriteria hasil :


a. Aktivitas mandiri meningkat.


b. Kebutuhan sehari-hari pasien terpenuhi.


Intervensi :


a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas.


b. Observasi TTV.


c. Ajarkan pasien melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuannya.


d. Bantu aktivitas kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan.


e. Anjurkan aktivitas perawatan diri segera setelah pasien dapat melakukannya.


6. Resiko tinggi perdarahan dan perforasi usus berhubungan dengan nekrosis plak peyeri. (Ngastiyah, 1997 : 161)


Tujuan : Perdarahan dan perforasi usus tidak terjadi.


Intervensi :


a. Kaji keadaan umum


b. Kaji TTV.


c. Perhatikan penggunaan obat secara teratur dan adekuat.


d. Anjurkan pasien untuk istirahat atau tirah baring sesuai kondisi pasien.


e. Lakukan pengawasan tingkat kesadaran, hentikan makan dan minum saat dijumpai komplikasi.


7. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang, dehidrasi ( Tucker, 1998 )


Tujuan : Pasien menunjukkan masukan dan haluaran yang seimbang.


Kriteria hasil :


a. Turgor kulit baik.


b. Tidak terjadi dehidrasi.


c. Keadaan umum baik.


Intervensi :


a. Pantau pemasukan dan haluaran.


b. Pantau elektrolit darah.


c. Kaji edema perifer.


d. Hindari pemakaian laksatif.


e. Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung.


f. Kontrol suhu lingkungan.


g. Perhatikan tanda dan gejala dehidrasi.


http://indokeperawatan.wordpress.com


 



+6285859168253

Tidak ada komentar:

Posting Komentar