Senin, 14 Februari 2011

GAGAL GINJAL KRONIK



A.  Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversibel (Mansjoer, 2001).

Gagal ginjal kronik adalah penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen dan dalam darah) (Smeltzer Suzzane, 2001).

Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang berat gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialisis atau transplantasi) (Mansjoer, 2001).



 

B.  Etiologi

  1. Diabetes mellitus

  2. Glomerulo nefritis kronis

  3. Piolenefritis

  4. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol

  5. Obstruksi traktus urinarius

  6. Lesi herediter, seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskular infeksi medikasi atau agen toksik.

  7. Lingkungan dengan agen berbahaya : timah, merkuri dan kromium.


(Smeltzer, Suzzane, 2001)

 

C.  Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala gagal ginjal kronik disesuaikan dengan gangguan sistem yang timbul antara lain sistem gastrointestinal : anoreksia, nausea, vomitus, stomatitis dan gastritis. Kult : warna pucat, gatal-gatal, ekimosis bekas garukan. Sistem hematologik : anemia, gangguan fungsi trombosit dan lekosit. Sistem saraf dan otot : pegal di tungkai bawah, rasa kesemutan dan terbakar di telapak kaki, lemah, tak bisa tidur, tremor. Sistem kardiovaskuler : hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Sistem endokrin : gangguan seksual, toleransi glukosa, metabolisme lemak, metabolisme vitamin D. (Soeparman dan Waspadji, 1998).

 

D.  Patofisiologis

Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, obstruksi traktus urinarius sebagai akibatnya adalah penurunan filtrasi glumerulus. Menurunnya filtrasi glomerulus akan meningkatkan BUN dan kreatinin serum, kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi ginjal, karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. Produk akhir metabolime protein pada fungsi renal menurun yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun di dalam darah akan terjadi uremia, azotemia. Semakin banyak ureum yang terbentuk akan tertimbun dalam kulit yang menyebabkan gejala pruritus. Pasien dengan gagal ginjal kronik terjadi perubahan natrium dan air yang meningkatkan resiko terjadinya edema yang dikarenakan retensi dari natrium dan air akibat peningkatan ADH dan ekskresi renin angiotensin. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan dan sesak nafas. Semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengekskresikan amonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bicarbonat (NC3). Hal ini menyebabkan gangguan gastrointestinal atau seperti anoreksia, mual, muntah. Pasien gagal ginjal kronik terdapat manifestasi gangguan kardiovaskuler berupa penurunan curah jantung akibat kerja jantung yang meningkat dikarenakan retensi natrium dan air.

 

E.  Pemeriksaan Diagnostik

1.   Radiologi

Ditunjukkan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi gagal ginjal kronik.

2.   Foto polos abdomen

Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain foto polos yang disertai tonogram memberi keterangan yang lebih baik.

3.   Pielografi intra vena (PIV)

Dapat dilakukan dengan cara intravenous imfusion pyelography, menilai sistem peilviokalikes dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya pada usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat.

4.   USG

Digunakan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal kandung kemih serta prostat.

5.   Renogram

Untuk menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

6.   Pemeriksaan radiologi jantung

Mencari kardiomegali, efusi perikarditis.

7.   Pemeriksaan radiologi tulang

Mencari osteodistrofi (terutama falank / jari)

8.   Pemeriksaan radiologi paru

Mencari uremic lung yang belakangan ini disebabkan bendungan.

9.   EKG

Digunakan untuk melihat kemungkinan :

a.       Hipertrofi ventrikel kiri

b.      Tanda-tanda perikarditis

c.       Aritmia

d.      Gangguan elektrolit (hiperkalemia)

10. Biopsi ginjal

Dilakukan bila keraguan diagnostik mengenai gagal ginjal kronik menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi seperti pemeriksaan BUN, kreatinin elektrolit, kalium, fosfor, albumin, hitung darah lengkap dan hormon paratiroid.

(Soeparman dan Waspadji, 1998)



F.   Komplikasi

1.   Hiperkalemia

Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebih.

2.   Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung

Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3.   Hipertensi

Akibat retensi saluran dan natrium serta mal fungsi sistem renin angio tensin aldosteron.

4.   Anemia

Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisa.

5.   Penyakit jantung

Akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vit. D abnormal dan peningkatan alumunium.

H.  Penatalaksanaan

1.   Dialisis : Untuk memperbaiki abnormalitas biokimia.

2.   Penanganan hiperkalemia

a.   Pemberian ion pengganti renin secara oral

b.   Pemberian glukosa, insulin, kalsium glikonat secara IV mendorong K+ ke dalam sel-sel

3.   Mempertahankan keseimbangan cairan

4.   Pertimbangan nutrisi

Diet rendah protein, tinggi kalori, rendah kalsium dan fosfat

5.   Cairan IV dan diuretik

6.   Koreksi asidosis dan peningkatan PO42-

7.   Pemantauan berlanjut dan fase pemulihan

 

I.    Konsep Keperawatan

Fokus pengkajian

Menurut Doengoes (2000), fokus pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik antara lain :

1.   Aktivitas / istirahat

Gejala        :   Kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur.

Tanda        :   Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2.   Sirkulasi

Gejala        :   Riwayat hipertensi lama atau berat, nyeri dada.

Tanda        :   Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, nadi lemah halus, pucat, kuning, kecenderungan perdarahan

3.   Eliminasi

Gejala        :   Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuri, diare, konstipasi.

Tanda        :   Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat) digouria menjadi anuri.

4.   Integritas ego

Gejala        :   Faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada kekuatan.

Tanda        :   Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung.

5.   Makanan / cairan

Gejala        :   Peningkatan berat badan dengan cepat, penurunan berat badan (mal nutrisi), anoreksia, mual muntah, nyeri ulu hati.

Tanda        :   Asites, perubahan turgor kulit.

6.   Neurosensori

Gejala        :   Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kesemutan dan kelemahan.

Tanda        :   Ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanan memori, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

7.   Nyeri dan kenyamanan

Gejala        :   Nyeri panggul, sakit  kepala, nyeri dada.

Tanda        :   Perilaku berhati-hati, gelisah.

 

8.   Pernafasan

Gejala        :   Napas pendek, batuk dengan atau tanpa sputum

Tanda        :   Dispnea, peningkatan frekuensi, batuk

9.   Keamanan

Gejala        :   Kulit gatal

Tanda        :   Pruritus, demam, fraktur tulang.

10. Seksualitas

Gejala        :   Penurunan libido aminorea, infertilitas.

11. Interaksi sosial

Gejala        :   Kesulitan menentukan kondisi/

 

J.   Fokus Intervensi

1.   Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal.

Tujuan     :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan berat badan ideal dapat dipertahankan tanpa kelebihan cairan.

KH          :   a.   Masukan dan haluaran seimbang

b.   BB stabil, edema hilang

c.   Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi :

a.   Pantau masukan dan haluaran secara adekuat

b.   Pantau peningkatan tekanan darah

c.   Kaji edema

d.   Batasi cairan sesuai program

2.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

Tujuan     :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

KH          :   a.   BB ideal

b.   Mual dan muntah tidak terjadi, nafsu makan meningkat

c.   Hb dalam batas normal

Intervensi :

a.   Kaji status nutrisi

b.   Pantau BB

c.   Beri makan sedikit tapi sering

d.   Konsultasi dengan ahli gizi mengenai menu yang sesuai batasan diit.

(Tucker, 1998 : 162)

3.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.

Tujuan     :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan ADL terpenuhi.

KH          :   a.   Berkurangnya kelemahan

b.   Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti : makan, minum, BAB dan BAK secara mandir.

Intervensi :

a.       Monitor faktor yang menimbulkan keletihan atau anemia.

b.      Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas bantu jika keletihan muncul.

c.       Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.

d.      Pertahankan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

(Smeltzer, 2001 : 1454)

4.   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan deng an penimbunan ureum di kulit.

Tujuan     :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

KH          :   a.   Kulit tetap utuh, tidak ada tanda-tanda peradangan

b.   Turgor kulit baik

Intervensi :

a.   Anjurkan pasien untuk mempertahankan kuku tetap pendek, mempertahankan suhu ruangan pada keadaan nyaman untuk mencegah keringat, mandi dengan sabun tapa deodoran

b.   Atur dialisa untuk mengetahui toksik uremik dan membantu menormalkan biokimia

(Engram, 1998 : 161)

5.   Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan kerja jantung.

Tujuan     :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan curah jantung.

KH          :   Tekanan darah ± 120/80 mmHg dan frekuensi jantung dalam batas normal

Intervensi :

a.       Kaji adanya derajat hipertensi

b.      Kaji tingkat aktivitas

c.       Evaluasi adanya edema

d.      Evaluasi tekanan darah dan tanda-tanda vital

e.       Selidiki keluhan nyeri dada

(Doengoes, 2003 : 629)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar