Selasa, 15 November 2011

Laksamana CHENG HO / BIAN SENG (Nenek Moyang Cina Peranakan Madura)

Sejarah cina muslim di Indonesia, barangkali hampir sama usianya dengan ekspedisi Laksamana H. Moh. Cheng Ho. Jadi jauh lebih tua disbanding dengan sejarah PITI Di Madura. Banyak ditemukan komunitas cina muslim, seperti di daerah batang-batang dan pasongsongan.berabaf-abad mereka mampu membaur dengan warga pribumi. Berjalan mesra sampai sekarang.


Kampung Toku Desa Tamidung Kecamatan batang-batang kabupaten sumenep, konon merupakan tanah leluhur dan cikal bakal cina peranakan yang sekarang menyebar ke berbagai daerah seperti ambunten, pasongsongan, pasean, atau batang-batang. Dari daerah itu muncul sejumlah nama terkenal seperti Abdul Hadi WM (ada yang memperpanjang dengan sebutan humorik Wong Madura) penyair sufi muda terkenal yang kini menetap di Malaysia.

Di kampong ini, orang pertama Cina peranankan memulai hidupnya.  Mendirikan ‘padepokan’ sebagai wahana mengasah ilmu dan mencari hidup.  Kampung Toku sendiri lebh dikenal sebagai Kampung Raden atau Kampung Pondok.  Pemberian nama ini, memiliki latar belakang sejarah.  Di kampung pedalaman Madura ini, banyak tinggal orang yang menyandang gelar Raden, menunjukan pertalian darah dengan bangsawan Madura yang berkuasa waku itu, Adipati Arya Wira Raja.

Kampung Radeng berada di arah tenggara Sumenep, berjarak sekitar 35 km.  Dari kota kabupaten ini, naik colt jurusan Batang-Batang dengan ongkos Rp 700.  Berhenti di dekat kantor polisi Batang-Batang ganti naik colt ke jurusan Batu Putih, turun di desa Kolpoh.  Ongkosnya Rp 200.  Dari Kolpoh sampai Kampung Raden hanya bias ditempuh dengan jalan kaki selama 1 jam, karena tidak ada ojek.  Jika tidak hujan, kampung ini bias dijangkau dengan kendaraan jenis jeep atau kendaraan roda dua jenis trail.  Selain kedua jenis itu, tidak bisa dijamin keamanan dan kelancarannya.

Warga Kampung Raden adalah sebagian dari 4.000 jiwa penduduk desa Tamidung.  Umumya, mereka bekerja sebagai petani.  Di Kmpung ini banyak tumbuh pohon kelapa dan siwalan, di samping ketela pohon.  Untuk tanaman padi, tampaknya kurang baik apalagi di musim kemarau karena tidak apa irigasi yang memadai.

Tidak sedikit warga ygn pergi ke kota mencari penghidupan baru, seperti ke Surabaya atau kota lain.  Bahkan ada yang sampai Bekasi, Jawa Barat.  Mereka yang merantau adalah generasi muda yang ingin mencari pengalaman, di samping perbaikan hidup.

Sarana pendidikan formal yang dimiliki Kampung Raden hanya Sekolah Dasar (SDN), Taman Nak Kanak (TNK) belum ada.  Untuk melanjutkan studi, harus ke luar daerah.  Minimal ke Batang-Batang.  Yang agak memprihatinkan, di SD ini muridnya belum mengenakan seragam, tidak bersepatu.  Pakaiannya pun tampak apa adanya.  Ada yang berkaos oblong lusuh, atau baju tidak disetrika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar